Rabu, 25 Juli 2012

First Time in Bali


Kunjungan pertamaku di Bali adalah cap materai untuk meneguhkan diriku yang akan mengambil S1 disana. Crazy right? Apalagi ini adalah pertama kalinya aku keluar dari kota tercintaku, Kendari, untuk menetap di kota lain.


Untuk tiba ke Bali saja penuh perjuangan. Memang sih alat transportasinya pesawat, tapi kalau ganti pesawatnya sampai dua kali, musti mutar dulu ke Surabaya, bahkan ngabisin waktu kurang lebih sepuluh jam di perjalanan! Gimana gak pusing?

Apalagi bandara Bali itu besar banget. Akibatnya aku harus ‘membawa jalan-jalan’ tuh koper keliling bandara Ngurahrai. Itu baru dalam gedungnya, belum tempat parkirnya. Rasa-rasanya betisku mau minggat saking pegalnya -__-

Lalu esok harinya gue langsung cabut menuju Universitas Udayana. Tepatnya sih tempat registrasinya, di Bukit. Ternyata oh ternyata, rumit banget registrasinya.

Masuk loket inilah, loket itulah, ngantri lah, dan ternyata setelah perjalanan panjang –yang sepertinya dirancang memegalkan kaki – ternyata aku harus pulang dengan tangan hampa. Pasalnya, untuk melanjutkan ke loket berikutnya aku harus bawa pas foto. Belum lagi dengan fotokopi bermacam-macam arsip. Pulanglah aku dengan kekecewaan yang terpendam.

Besoknya dengan semangat membara, aku kembali melanjutkan registrasi yang tertunda. Coba tebak apa yang terjadi? Ditolak lagi….

Alasannya cuma karena sepatuku tidak menutupi jari kaki. Tapi inilah masalah kegalauanku selama berhari-hari dimulai.

Kisahnya, karena sepatuku tak memenuhi syarat aku minjam dari salah satu teman bundaku. Meskipun dia adalah dosen, gayanya memang agak nyetrik. Gara-gara itu aku berakhir memakai sepatu boot berhak sedang. Jujur saja sepatu itu akan sangat keren jika aku pakainya bukan saat itu.

Saat dimana aku harus melewati para senior untuk melakukan pengecekan berkas. Aargh! Harusnya aku sadar kalau sepatu itu bakal menarik perhatian. Buktinya? Seorang senior yang rela menyempatkan waktunya untuk mengomentari sepatu itu.

Sebenarnya ini kejadian biasa, ya biasa jika saja aku tidak berbalik dan membalas dengan tersenyum penuh percaya diri, dan tentu saja balasan dari senyum itu adalah teriakan heboh para senior. Lalu dengan santainya gue melenggang pergi, padahal dalam hati gue udah jungkir balik panik dengan ulah gilaku sendiri.

Mulai dari situ hayalan gilaku di mulai. Aku mulai bayangin gimana kalau senyuman itu dianggap menantang senior? Terus aku di bully, dijadikan pesuruh, dkk-lah….

Oh my… mudah-mudahan tuh senior-senior lupa dengan wajahku. Atau setidaknya ada murid lain yang membuat kehebohan yang lebih parah…. T__T

Setelah itu perjalanan belum selesai. Aku harus mengurus tempat kos –yang betul-betul menguras tenaga saking langkanya - , mengumpulkan kostum yang akan dipakai saat OSPEK nanti, pokoknya macam-macamlah.

And finaly, semua hal telah selesai. Dan disinilah aku, duduk di sebuah kursi menulis kisah pertamaku di Bali sambil menikmati hamparan pemandangan suasana Kendari *lebay mode: on*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar